Kamis, 26 Februari 2009

Lambang Kabupaten Pacitan

Ratusan Kilometer Jalan Kabupaten Butuh Perhatian Serius

 Defisit yang melanda APBD kabupaten Pacitan tahun ini berimbas pada pelaksanaan tugas satuan kerja pemertintah daerah. Kendati tidak sampai menghambat agenda kerja, namun beberapa kegiatan terpaksa dipangkas.
  Salah satunya adalah pemenuhan dan pemeliharaan infrastruktur jalan. Kepala Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Pacitan, Ir Budianto, MM kepada Suara Pacitan menyatakan saat ini pihaknya berusaha memanfaatkan dana yang tersedia karena mengalami pengurangan dampak dari devisit anggaran. Padahal, masih terdapat 798 kilo meter jalan kabupaten yang membutuhkan perhatian dan penanganan segera.

  “Ini belum termasuk usulan yang masuk dari masyarakat yang menginginkan adanya perbaikan jalan di wilayah mereka,” kata Budianto.

   Tentu saja, tidak semua persoalan tersebut bisa terealisasi bersamaan. Secara terpadu melalui lintas sektoral akan dikerjakan bertahap sesuai kebutuhan. Prioritas untuk daerah penghubung potensial, jalan sirip termasuk infrastruktur desa.

   Kurun waktu setahun kedepan, lanjut Budi pihaknya mengandalkan anggaran dari dana alokasi khusus yang jumlahnya mencapai 15 milyar rupiah.


   Khusus jalur Pacitan-Tulakan-Ngadirojo-Trenggalek yang saat ini kondisinya rusak, Budianto mengaku hal tersebut bukan tanggung jawab pemerintah daerah. Jalur tersebut merupakan Jalan Nasional dan menjadi kewenangan pemerintah pusat. Tahun ini telah dianggarkan dana rehabilitasi sebesar 1,3 milyar rupiah dan mulai dikerjakan.

Rabu, 14 Januari 2009

Pacitan segera miliki dua bis sekolah

Kabupaten Pacitan akan segera memiliki dua unit armada bis sekolah. Kendaraan angkutan orang bantuan dari Departemen Perhubungan itu nantinya akan diprioritaskan untuk mengangkut pelajar kurang mampu. Harapannya, mereka yang bernasib kurang beruntung memiliki kesempatan yang sama untuk menikmati pendidikan.
Menurut rencana, route yang ditempuh meliputi Bandar - Nawangan - Pacitan PP. Pada perkembanganya, pemerintah daerah akan terus mengupayakan penambahan jumlah armada hingga hingga dapat melayani semua jalur yang ada.

“Secara resmi saya telah menerima surat penyerahan dari pemerintah pusat. Saat ini kendaraan masih berada di Jakarta dan baru diambil dalam waktu dekat,” ujar Bupati Pacitan Sujono dikonfirmasi Radio Suara Pacitan.

Untuk memastikan fasilitas transportasi tersebut tepat sasaran, pemerintah daerah mewacanakan pembuatan tanda khusus bagi siswa kurang mampu. Kartu identitas tersebut wajib ditunjukkan tiap kali naik bis sekolah.






[ Halaman Awal ] | [ Pacitan Online ]

PLTU Sudimoro

Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Desa Sukorejo seolah menjadi obyek wisata dadakan. Tiap akhir pekan atau hari libur, puluhan orang selalu memadati area Cagak Telu yang berada di puncak bukit, seberang proyek. Di lokasi peristirahatan tersebut, pengunjung dapat menikmati pandangan bebas ke kawasan megaproyek PLTU serta menghirup segarnya udara alam dari laut lepas.
Uniknya, bukan hanya warga sekitar yang menjadikan Proyek PLTU Sudimoro sebagai tujuan wisata. Banyak warga kota tetangga yang sengaja meluangkan waktu membuktikan kemegahan proyek prestisius tersebut. Sunarto (25) warga Dongko Kabupaten Trenggalek mengaku, kedatangannya bukan kali pertama. Meskipun sejumlah obyek wisata di daerahnya telah ia datangi, namun ia merasakan sesuatu yang berbeda ketika menginjakkan kaki di Sudimoro.

“Kami datang kesini bareng teman-teman. Biasanya kalau musim liburan rombongan kami lebih banyak lagi,” tutur pria lajang itu.

Bagi warga setempat, kedatangan wisatawan ke kawasan sekitar PLTU seakan menjadi berkah tersendiri. Bahkan, lokasi cagak telu yang sebelumnya identik dengan bukti bebatuan yang tandus kini banyak ditumbuhi warung makanan dan minuman. Sedikitnya ada empat bangunan semi permanen yang bertengger diatasnya lengkap dengan sarana parkir.

Di tempat sejuk itu, wisatawan dapat menikmati tontonan baru berupa aktivitas proyek sambil merasakan lezatnya aneka makanan, mulai camilan hingga mekanan pengganjal perut seperti bakso dan mie ayam. Tak terkecuali beragam jenis minuman mulai kelapa muda hingga kopi juga tersedia.

Kartinem (43) warga Desa Bubakan, Sudimoro mengatakan sejak PLTU dibangun setahun lalu warung yang dikelolanya maju pesat. Bahkan tidak tanggung-tanggung ia sengaja memboyong kios dari rumahnya ke lokasi dekat PLTU. Diatas lahan milik pemerintah desa itu Kartinem membuka usaha makanan dan minuman dari pagi hingga sore.

“Lumayan mas, kalau pas ramai sehari bisa dapat 50 ribu sampai 100 ribu rupiah,” ungkapnya gembira.

Kisah dari PLTU Sudimoro ini mungkin hanya secuil fenomena dari besarnya manfaat ekonomi akibat proyek raksasa tersebut. Bukan hanya energi listrik sebesar 2 kali 315 megawatt yang akan dihasilkan diharapkan mampu menopang kebutuhan listrik nasional, namun jika dikelola dengan baik mata rantai keberadaannya terbutki membawa kesejahteraan bagi banyak orang.

About pacitan

Kabupaten Pacitan dengan luas wilayah 1.389,87 Km² yang kondisi fisik alamnya sebagian besar terdiri dari perbukitan yaitu kurang lebih 85 % berupa gunung-gunung kecil lebih kurang 300 buah menyebar diseluruh wilayah kabupaten, sedang selebihnya menrupakan dataran rendah.Dari aspek topografi menunjukkan bentang daratannya bervariasi dengang kemiringan sebagai berikut:

0-2 % meliputi ± 4,36 dari luas wilayah merupakan tepi pantai.

2-15 % meliputi ± 6,60 % dari luas wilayah baik untuk pertanian dan memperhatikan usaha pengawetan tanah dan air.

15-40 % meliputi ± 25,87 dari luas wilayah sebaiknya untuk usaha tanaman tahunan.

40 % keatas meliputi ± 63,17 % dari luas wilayah merupakan daerah yang harus difungsikan sebagai daerah penyangga tanah dan air serta menjaga keseimbangan ekosistem di kabupaten Pacitan.
Bila ditinjau dari struktur dan jenis tanah terdiri dari Assosiasi Litosol Mediteran Merah, Aluvial kelabu endapan liat, Litosol campuran Tuf dengan Vulkan serta komplek Litosol Kemerahan yang ternyata di dalamnya banyak mengandungn potensi bahan galian mineral.Pacitan disamping merupakan daerah pegunungan yang terletak pada ujung timur Pegunungan Seribu, juga berada pada bagian selatan Pulau Jawa dengan rentangan sekitar 80 km dan lebar 25 km. Tanah Pegunungan Seribu memiliki ciri khas yang tanahnya didominasi oleh endapan gamping bercampur koral dari kala Milosen ( dimulai sekitar 21.000.000 – 10.000.000 tahun silam ). Endapan itu kemudian mengalami pengangkatan pada kala Holosen, yaitu lapisan geologi yang paling muda dan paling singkat (sekitar 500.000 tahun silam – sekarang). Gejala-gejala kehidupan manusia muncul di permukaan bumi pada kala Plestosen, yaitu sekitar 1.000.000 tahun Sebelum Masehi.Endapan-endapan itu kemudian tererosi oleh sungai maupun perembesan– perembesan air hingga membentuk suatu pemandangan KARST yang meliputi ribuan bukit kecil. Ciri-ciri pegunungan karst ialah berupa bukit-bukit berbentuk kerucut atau setengah bulatan.Bersamaan dengan kala geologis tersebut, yakni pada zaman kwarter awal telah muncul di muka bumi ini jenis manusia pertama : Homo Sapiens, yang karena kelebihannya dalam menggunakan otak atau akal, secara berangsur-angsur kemudian menguasai alam sebagaimana tampak dari tahap-tahap perkembangan sosial dan kebudayaan yaitu dari hidup mengembara ( nomaden ) sebagai pengumpul makanan, menjadi setengah pengembara / menetap dengan kehidupan berburu, kemudian menetap dengan kehidupan penghasil makanan. Adapun tingkat kebudayaannya yaitu dari zaman batu tua ( Palaeolithicum ), zaman batu madia (messolithicum ), dan zaman batu muda ( neolithicum ).

pantai srau yang mempesona


Pantai Srau terletak di Desa Candi Kecamatan Pringkuku, berjarak kurang lebih 25 Km arah Barat Pacitan. Pantai Srau mungkin obyek wisata yang tak boleh terlewatkan apabila kita berwisata ke kota Pacitan. Pantai Srau terkenal dengan pasir putihnya yang sangat indah. Banyak sekali wisatawan yang berkunjung ke sana apalagi pada hari libur, banyak sekali wisatawan dalam negeri maupun luar negeri yang datang untuk melihat indahnya Pantai Srau ini. Kita dapat menuju ke obyek tersebut dengan mengendarai kendaraan umum seperti bus, truk, atau kendaraan beroda dua. Biaya masuk ke Pantai Srau cukup murah, cukup Rp 2.000,- per orang. Namun, kendala untuk mengembangkan potensi pantai ini sebagai objek wisata terutama terletak pada sarana dan prasarana yang mendukung kurang memadai. Jalan menuju Pantai Srau masih terlalu sempit dan medan berkelok - kelok menyulitkan kendaraan besar seperti bus dan truk. Bangunan pendukung seperti masjid, wc umum, dan bangunan penunjang lainnya kurang terawat dengan baik

goa gong

Kalau mau melihat salah satu lokasi keajaiban bawah tanah, selayaknya kita melawat ke daerah Pacitan. Sebab di antara bukit-bukit gersangnya, ternyata tersimpan gua-gua eksotisme bawah tanah batuan gamping. Yang hanya akan meninggalkan jejak keindahan bagi mata yang pernah memandangnya.

Menyusuri jalan menuju daerah wisata ini sebenarnya sudah merupakan rekreasi tersendiri. Deretan bukit batuan gamping menghiasi sepanjang kiri-kanan jalan. Jalan yang berkelok indah di sisi pinggir bukit membuat lintasan paralel menyusur di antara kehijauan pohon jati. Angin segar menerpa, di atas aspal baru. Mengantarkan kaki menuju parkiran wisata gua Gong, di Kabupaten Punung, Pacitan Jawa Timur.

Panas tiba-tiba menyergap saat tubuh keluar dari kendaraan. Menyadarkan pikiran saya bahwa kini saya berada di salah satu daerah paling keras di Pulau Jawa. Keras karena batuan gamping meloloskan air sampai ke dasar-dasar liangnya hingga terasa sulit sekali bagi orang-orang di sana untuk mencari setetes air saja.

Masuk ke lokasi, ada retribusi yang harus dibayar, sebesar Rp 2.500. Perlahan, kaki melangkah menaiki tanjakan, menuju pintu gua. Di sepanjang perjalanan menuju mulut gua, deretan kios pedagang makanan masih tertutup rapat. Mungkin karena saya datang bukan saat akhir minggu, jadi deretan kios ini terlihat menutup diri saja.

Lagipula, memang tak banyak pengunjung yang datang saat itu. Hanya terlihat sekelompok pria dewasa, yang sepertinya hanya ingin melewati rasa penasarannya saja untuk melihat isi perut bumi di daerah desa Bomo ini.

Tiba di mulut gua, langkah sempat terhenti oleh datangnya puluhan orang setempat yang menawarkan jasa. Ada yang menawarkan senter dan layanan pemandu bagi yang membutuhkan. Karena sudah membawa headlamp, saya membeli sebuah buku panduan seharga Rp 3.000 saja, dan memutuskan masuk lorong tanpa pemandu.

Memasuki lorong pertama di gua ini, sudah terasa keindahan mulai memijar. Deretan straw (ornamen berbentuk seperti sedotan) berebut memenuhi langit-langit gua. Sebuah ungkapan selamat datang yang maha indah bagi yang mengerti. Karena deretan straw tersebut bisa berarti sinyal pemberitahuan, mengenai lebatnya ornamen lain di dalamnya.

Benar saja, setelah melewati lorong straw, langsung mata ini disergap oleh puluhan bahkan ratusan ornamen gua yang berbeda tiap bentuknya. Teramat banyak saya kira, lebih banyak dari sekumpulan ornamen gua yang pernah saya lihat di gua-gua lainnya di tanah Jawa ini. Semua penuh memadati lorong menurun gua, menghiasi tiap meter sisi tangga. Menjadi hiasan yang tak terukur nilainya, karena tiap ornamen bisa jadi berumur ratusan tahun lamanya.

Saking banyaknya ornamen yang ada di dalam gua tersebut, sampai sulit rasanya menyebutkan satu per satu di sini. Yang paling bisa di ingat mungkin sekumpulan gourdyn raksasa, yang dipenuhi bintik mutiara di dalamnya. Titik-titik kecil tersebut seperti ribuan kunang-kunang saja layaknya. Suasana gua yang temaram makin menambah eksotis ribuan titik mutiara itu. Memenuhi tiap jengkal mata memandang, dan bila memejamkan mata, rasanya masih tertinggal ribuan titik mutiara tersebut memenuhi benak kepala.

Perjalanan masih terus memasuki lorong-lorong. Menembus di antara stalagmit dan stalagtit. Membentuk tiang-tiang tinggi penyangga lorong, mengukuhkan keberadaan mereka di sana. Diselang-selingi dengan tirai tipis batuan, menimbulkan kekaguman saat mencoba mengetuknya. Terdengar suara berdengung, yang menggema di seantero lorong. Rupanya inilah sebab mengapa gua ini disebut Gong. Karena tiap kita memukul bagian ornamen di dalamnya, akan terdengar suara berdegung, mirip suara yang dihasilkan gong gamelan kesenian khas Jawa.

Jika anda telah mengakhiri perjalan dan telah ke,uar dari mulut gua, maka anda masih akan merasakan sentuhan pada mata dan kuping. Menembus liang pemikiran dan berbayang terus, bahkan sampai es degan (kelapa) melewati kerongkongan. Baru tersadar bahwa keindahan gua tersebut benar-benar sebuah anugerah dari kuasa, yang diberikan untuk mempercantik kawasan keras gamping tersebut. (rn)